Selasa, 19 Oktober 2010

cybersex

CYBERSEX

Selain mengubah gaya hidup, teknologi juga mengubah cara orang menikmati seks. Melalui internet manusia bisa memenuhi kebutuhan biologisnya. Inilah realitas kehidupan manusia modern sekarang.

Internet adalah salah satu media komunikasi, informasi dan edukasi yang dapat dinikmati oleh siapa saja untuk mengakses dunia. Internet telah merevolusi cara kita dalam berkomuniaksi yang menembus jarak, ruang dan waktu. Dunia nyata kini berganti menjadi dunia maya. Salah satu wacana dalam internet adalah wacana seksualitas. Untuk wacana yang satu ini merupakan wacana yang cukup memiliki banyak peminat dari seluruh dunia, hingga mengembangkan sebuah aktifitas internet yang disebut dengan chatting. Kegiatan ini terus berkembang sampai akhirya muncul trend baru lagi yang disebut dengan istilah cyber sex.

Cyber sex adalah hubungan erotis yang terjadi di alam maya. Banyak sarana yang disediakan di alam maya untuk melakukan chatting. Seiring perkembangan teknologi, fasilitas untuk terbang ke alam maya pun ikut berkembang. Dulu tampilan chatting room hanya sederhana, kini tersedia berbagai pilihan background, dari musik, web cam sampai layanan internet phone membuat pelanggan internet merasa lebih nyaman dan betah. Cyber sex bukan hanya sekedar chatting tetapi juga ada kaitannya dengan melihat gambar ataupun video porno yang ada di internet.

Hal ini tidak terlepas dari industri internet seks dari berbagai situs porno yang menyediakan layanan khusus untuk berhubungan seksual jarak jauh. Ditambah lagi dengan fasilitas web cam, para pecinta cyber sex juga dapat berinteraksi dan menikmati tubuh lawan bicaranya. Banyak yang menganggap cybersex adalah kegiatan yang semestinya tak harus dilakukan, karena sex melalui dunia maya tidak melibatkan perasaan emosional. Tapi bagi mereka yang suka berselancar di dunia maya untuk mencari segala sesuatu yang berbau seks ini merupakan salah satu dari fantasi seksual mereka.

Secara sederhana ada dua jenis cyber sex, pertama dilakukan pasangan resmi, kedua dengan wanita penghibur. Dengan adanya teknologi internet, pelaku bisnis seks tidak perlu lagi menjual wanita nyata cukup secara visual. Untung yang diperoleh pun tak jauh berbeda.

Menurut A. Kasandra Putranto seorang pengamat psikologi, ada dua faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi penghibur alam maya. Pertama faktor finansial. Kekurangan uang membuat orang mudah lupa dengan nilai agama dan sosial. Hal seperti ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pria. Kedua faktor ekshibisionis. Wanita ekshibisionis adalah wanita yang suka memperlihatkan hal yang tidak wajar pada kepada orang lain. Bahkan wanita seperti ini mau tidak dibayar, bagi mereka memperlihatkan hal tidak wajar pada orang lain merupakan satu kesenangan tersendiri.

Tanpa disadari di balik kesenangan ekshibisionis tersimpan nilai buruk yaitu menjatuhkan derajat diri didepan umum. Secara hukum, wanita ekshibisionis mungkin tidak mendapat sanksi, namun secara budaya mendapatkan sanksi sosial yaitu stigma buruk, bahkan hisa dikucilkan dari lingkungan.

Mengacu pada psikologi, pria yang suka cyber sex adalah tipe pria yang suka berpetualang seks. Ciri pria seperti ini tidak mudah puas, selalu berimajinasi dan tidak puas pada satu titik. Selain suka melihat gambar bergerak, pria penggemar cyber sex juga suka melihat foto-foto porno. Efek negatif dari pria penggemar cybersex adalah kecanduan yang akan melalui beberapa tahap, yaitu:

• Kecanduan, pengguna internet awalnya merasa tertarik terhadap materi-materi pornografi. Lama-kelamaan, mereka selalu memiliki keinginan untuk kembali mendapatkan lebih banyak materi pornografi lain, begitu seterusnya.
• Eskalasi, seiring dengan waktu, seorang pacandu cyber sex memerlukan materi-materi yang lebih hot untuk dapat memuaskan rasa kecanduan mereka
• Desentisasi, materi-materi sebelumnya yang awalnya dianggap tabu, ilegal, menjijikkan atau amoral akhirnya dapat diterima bahkan dianggap umum.
• Kecenderungan untuk melakukan aktifitas seksual online ke dunia nyata.

Akibat dari kecanduan adalah hidup menjadi tidak produktif. Para pecandu cyber sex bisa merasa tidak berdaya untuk meninggalkan perilaku konsumtifnya. Hal ini membuat kehidupan mereka menjadi tidak teratur. Pada tahap lebih fatal, pecandu cybersex lebih senang masturbasi dengan komputer dibandingkan dengan berhubungan seksual nyata. Pada kondisi tertentu ingin merealisasikan seks maya ke dunia nyata. Bagi yang sudah berumah tangga, sebagian istri tidak suka dengan suami yang kecanduan cybersex karena ini dianggap sebuah pelecehan atau perselingkuhan. Walau tidak melakukan kontak fisik, tapi terjadi interaksi rasa yang menimbulkan gejolak. Ketika berhubungan seksual dengan istri yang ada dalam pikiran bukan istri, tapi wanita lain.

Banyak pertanyaan yang muncul mengenai teori apa yang mendasari seseorang bisa menjadi seorang pecandu cyber sex. Teori yang bisa mengaitkan hal ini yaitu teori yang merupakan sifat internet itu sendiri yang dapat menjadi sesuatu untuk memudahkan terjadinya kecanduan cyber sex adalah ACE teori. ACE merupakan singkatan dari Anonymity (tak dikenal), Convenience (kenyamanan) dan Escape (pelarian). Apabila seseorang sudah mendapati gejala seperti ini maka untuk menjadi seorang pacandu cyber sex sangat mungkin terjadi.

Banyak yang harus diperhatikan jika ingin menilai kelayakan cybersex, antara lain:
• Norma sosial
• Jumlah populasi penduduk yang memiliki komputer
• Kepemilikan komputer yang bisa on line
• Jumlah masyarakat yang mengakses internet secara bebas (termasuk mengakses

(cyber sex).

Bila jumlah pemilik komputer dan pengakses cyber sex melebihi penduduk yang tidak memiliki komputer, termasuk mengakses cyber sex berarti keberadaan cyber sex sudah mulai diterima oleh masyarakat,” tutur Kassandra.

Mengacu pada populasi dunia, tingkat kesadaran manusia terhadap teknologi sudah mulai tinggi, termasuk cybersex. Jadi, wajar atau tidaknya suatu fenomena sosial tergantung pada kondisi sosial dan populasi. Secara psikologi pria yang suka mengakses cybersex bukan suatu penyimpangan atau mengalami gangguan jiwa. Cybersex merupakan suatu hal yang wajar. Perlu diketahui penilaian psikologi bukan berdasarkan satu negara tapi dunia.

Tidak ada aturan yang melarang mengenai cybersex, baik dari sisi hukum dan undang-undang maupun dari sisi psikologis. Jadi cybersex bebas dilakukan selama masih dalam batas kesadaran dan tanpa paksaan terhadap apapun. Cybersex masih tergantung pada norma dan aturan yang berkembang pada kelompok masyarakat.

Sekarang tinggal individu yang bisa memilah mana yang baik dilakukan dan sesuai batas kewajaran. Internet merupakan sebuah sarana berkomunikasi dan mencari informasi yang diinginkan.

E-commerce

E-commerce

Electronic Commerce (E-Commerce) didefinisikan sebagai proses pembelian dan penjualan produk, jasa dan informasi yang dilakukan secara elektronik dengan memanfaatkan jaringan komputer. Salah satu jaringan yang digunakan adalah internet.

Sementara itu Kalakota dan Whinston mendefinisikan E-Commerce dari beberapa perspektif, yaitu:
1) dari perspektif komunikasi, E-Commerce adalah pengiriman informasi, produk/jasa, atau pembayaran melalui jaringan telepon, atau jalur komunikasi lainnya;
2) dari perspektif proses bisnis, E-Commerce adalah aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis dan work flow;
3) dari perspektif pelayanan, E-Commerce adalah alat yang digunakan untuk mengurangi biaya dalam pemesanan dan pengiriman barang; dan
4) dari perspektif online, E-Commerce menyediakan kemampuan untuk menjual dan membeli produk serta informasi melalui internet dan jaringan jasa online lainnya.

Selanjutnya Yuan Gao dalam Encyclopedia of Information Science and Technology (2005), menyatakan E-Commerce adalah penggunaan jaringan komputer untuk melakukan komunikasi bisnis dan transksaksi komersial. Kemudian di website E-Commerce Net, E-Commerce didefinisikan sebagai kegiatan menjual barang dagangan dan/atau jasa melalui internet. Seluruh komponen yang terlibat dalam bisnis praktis diaplikasikan disini, seperti customer service, produk yang tersedia, cara pembayaran, jaminan atas produk yang dijual, cara promosi dan sebagainya.
Seluruh definisi yang dijelaskan di atas pada dasarnya memiliki kesamaan yang mencakup komponen transaksi (pembeli, penjual, barang, jasa dan informasi), subyek dan obyek yang terlibat, serta media yang digunakan (dalam hal ini adalah internet).

Perkembangan teknologi informasi terutama internet, merupakan faktor pendorong perkembangan e-commerce. Internet merupakan jaringan global yang menyatukan jaringan komputer di seluruh dunia, sehingga memungkinkan terjalinnya komunikasi dan interaksi antara satu dengan yang lain diseluruh dunia. Dengan menghubungkan jaringan komputer perusahaan dengan internet, perusahaan dapat menjalin hubungan bisnis dengan rekan bisnis atau konsumen secara lebih efisien. Sampai saat ini internet merupakan infrastruktur yang ideal untuk menjalankan e-commerce, sehingga istilah E-Commerce pun menjadi identik dengan menjalankan bisnis di internet.

Pertukaran informasi dalam E-Commerce dilakukan dalam format dijital sehingga kebutuhan akan pengiriman data dalam bentuk cetak dapat dihilangkan. Dengan menggunakan sistem komputer yang saling terhubung melalui jaringan telekomunikasi, transaksi bisnis dapat dilakukan secara otomatis dan dalam waktu yang singkat. Akibatnya informasi yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi bisnis tersedia pada saat diperlukan. Dengan melakukan bisnis secara elektronik, perusahaan dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk keperluan pengiriman informasi. Proses transaksi yang berlangsung secara cepat juga mengakibatkan meningkatnya produktifitas perusahaan.

Dengan menggunakan teknologi informasi, E-Commerce dapat dijadikan sebagai solusi untuk membantu perusahaan dalam mengembangkan perusahaan dan menghadapi tekanan bisnis. Tingginya tekanan bisnis yang muncul akibat tingginya tingkat persaingan mengharuskan perusahaan untuk dapat memberikan respon. Penggunaan E-Commerce dapat meningkatkan efisiensi biaya dan produktifitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam bersaing.

NETIQUETTE

NETIQUETTE adalah etika berinternet. Aslinya dua kata yang dijadikan satu, yakni networks dan etiquette. Sebelum internet lahir, kata netiquette tentu belum ada. Orang mengartikan sebagai berprilaku sesuai etiket saat tersambung ke jaringan internet, entah itu saat kita berinteraksi di forum, mailing list, maupun blog. Ternyata, ada etiket yang sejatinya harus dipegang oleh siapapun yang sedang berada di jaringan internet saat mereka berinteraksi. Bagaimana rupa netiquette itu? Prinsipnya sama seperti etiket atau sopan santun pada umumnya, hanya saja ranahnya di dunia maya!

NETIQUETTE merupakan etika dalam menggunakan internet. Internet sebagai sebuah kumpulan komunitas, diperlukan aturan yang akan menjadi acuan orang-orang sebagai pengguna Internet, dimana aturan ini menyangkut batasan dan cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas Internet.

Sebenarnya Nettiquette ini adalah hal yang umum dan biasa, sama halnya dengan aturan-aturan biasa ketika kita memasuki komunitas umum dimana informasi sangat banyak dan terbuka.

Beberapa aturan yang ada pada Nettiquete ini adalah:
  1. Amankan dulu diri anda, maksudnya adalah amankan semua properti anda, mungkin dapat dimulai dari mengamankan komputer anda, dengan memasang anti virus atau personal firewall
  2. Jangan terlalu mudah percaya dengan Internet, sehingga anda dengan mudah mengupload data pribadi anda. ada baiknya anda harus betul-betul yakin bahwa alamat URL yang anda tuju adalah dijamin keamanannya.
  3. dan yang paling utama adalah hargai pengguna lain di internet, caranya sederhana yaitu :
  • Jangan biasakan menggunakan informasi secara sembarangan, misalnya plagiat.
  • Jangan berusaha untuk mengambil keuntungan secara ilegal dari Internet, misalnya melakukan kejahatan pencurian no kartu kredit
  • Jangan berusaha mengganggu privasi orang lain, dengan mencoba mencuri informasi yang sebenarnya terbatas.
  • Jangan menggunakan huruf kapital terlalu banyak, karena menyerupai kegiatan teriak-teriak pada komunitas sesungguhnya.

latar belakang internet dan sejarah internet

SEJARAH INTERNET

ARPANET
Pada tahun 1957 Dephan AS (DoD = Departement of Defense) membentuk ARPA (Advanced Research Projects Agency) sebagai tanggapan terhadap peluncuran Sputnik-nya Uni Sovyet. ARPA bertugas meningkatkan kemampuan teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh militer. Sebenarnya ARPA tidak memiliki ahli ilmu pengetahuan ataupun laboratorium. Yang dimiliki hanya kantor dan budget kecil (bagi standar Pentagon) saja. ARPA menjalankan tugasnya dengan memberikan bantuan dan melakukan kontrak kerja dengan universitas-universitas dan perusahaan-perusahaan yang memiliki ide yang dianggap menjanjikan bagi operasinya.

Pada pertengahan tahun 1960-an, saat puncak Perang Dingin, DoD ingin memiliki komando dan pengendalian jaringan yang dapat mempertahankan diri bila terjadi perang nuklir. Jaringan telepon tradisional dianggap tidak aman. Karena bila satu jalur saja hilang, maka hal ini dapat mengakibatkan terhentinya semua percakapan yang menggunakan jaringan atau bahkan yang hanya menggunakan sebagian jaringan secara tiba-tiba. Untuk mengatasi masalah ini DoD mengubah arah risetnya, ARPA.

Bekerjasama dengan beberapa universitas, ARPA memutuskan bahwa jaringan yang diperlukan DoD adalah berbentuk packet-switching yang terdiri dari sebuah subnet dan komputer-komputer host. Pada Desember 1968, ARPA memberikan kontraknya kepada BBN, sebuah biro konsultan di Cambridge, Massachusetts untuk membangun jaringan tersebut dan membuat software-software pendukung.

Walaupun masih terdapat kekurangan pada masalah software, pada Desember 1969 berhasil diluncurkan sebuah jaringan eksperimen yang menghubungkan empat buah simpul yaitu UCLA, UCSB, SRI dan Utah University. Keempat simpul ini memang memiliki berbagai kontrak dengan ARPA, dan masing-masing simpul mempunyai komputer host yang benar-benar berbeda dan tidak bersesuaian satu dengan lainnya. Jaringan ARPANET ini segera berkembang dengan pesat meliputi seluruh wilayah AS dalam tiga tahun pertamanya.

Sebagai tambahan dalam membantu pertumbuhan ARPANET yang masih prematur ini, ARPA juga membiayai penelitian jaringan satelit dan jaringan radio paket yang mobile. Percobaan ini juga menunjukkan bahwa protokol-protokol ARPANET yang telah ada tidak sesuai untuk dioperasikan pada jaringan ganda. Pengamatan ini mendorong semakin banyaknya penelitian tentang protokol, yang berpuncak pada penemuan model dan protokol TCP/IP. TCP/IP secara spesifik dirancang untuk menangani komunikasi melalui internetwork, sesuatu yang menjadi semakin penting dengan semakin banyaknya jaringan dan LAN yang dihubungkan ke ARPANET.

Untuk mendorong pemakaian protokol-protokol baru tersebut, ARPA mengadakan beberapa kontrak dengan BBN dan Universitas California di Berkeley untuk mengintegrasikan protokol-protokol tersebut ke dalam Berkeley UNIX. Para peneliti di Berkeley menyusun sebuah program antarmuka (interface) ke jaringan (socket) yang memudahkan dan menulis beberapa program utilitas, aplikasi dan manajemen untuk membuat sistem jaringan lebih mudah dioperasikan.

Pada tahun 1983, ARPANET memiliki jaringan yang besar dan sudah dapat dianggap stabil dan sukses. Sampai pada keadaan ini, ARPA menyerahkan manajemen jaringan ke Defense Communication Agency (DCA) untuk menjalankan ARPANET sebagai jaringan operasional. Yang pertama dilakukan DCA adalah memisahkan bagian jaringan militer ke subnet tersendiri, MILNET, yang memiliki gateway-gateway yang sangat ketat membedakan antara MILNET dengan sisa subnet riset lainnya.

Selama tahun 1980-an, jaringan-jaringan tambahan, khususnya LAN, makin banyak yang dihubungkan ke ARPANET. Sejalan dengan bertambah luasnya jaringan, host-pun semakin mahal. Karena itu DNS (Domain Naming System) dibentuk untuk mengorganisasi mesin ke dalam domain-domain tertentu dan memetakan nama-nama host ke dalam alamat-alamat IP. Sejak itu, DNS menjadi sistem database yang tergeneralisasi dan terdistribusi untuk menyimpan berbagai informasi yang berhubungan dengan penamaan.

Pada tahun 1990, ARPANET telah tersusun oleh jaringan-jaringan yang baru, yang sebenarnya dilahirkan sendiri oleh ARPANET. Setelah itu ARPANET menghentikan operasinya dan dibongkar. Sampai saat ini, MILNET masih tetap beroperasi.

NSFNET
Pada akhir tahun 1970-an, NSF (National Science Foundation) melihat begitu besarnya dampak ARPANET bagi penelitian universitas. Namun hanya universitas yang memiliki kontrak penelitian dengan DoD yang dapat bergabung ke ARPANET. Kekurangan akses yang universal ini mendorong NSF untuk membangun sebuah jaringan maya, CSNET.

Pada tahun 1984 NSF mulai merancang jaringan backbone berkecepatan tinggi yang akan menghubungkan keenam pusat superkomputernya di San Diego, Boulder, Champaign, Pittsburgh, Ithaca dan Princeton. Jaringan ini diproyeksikan sebagai pengganti ARPANET dan akan dibuka untuk seluruh kelompok-kelompok riset universitas, laboratorium riset, perpustakaan dan musium untuk mengakses keenam superkomputernya itu dan berkomunikasi satu dengan lainnya. Jaringan ini juga terhubung dengan ARPANET.

Jaringan NSFNET segera meraih sukses dalam waktu yang relatif singkat dan sekaligus kelebihan beban. Selanjutnya NSF dengan segera membuat rencana jaringan penerusnya dan memberikan kontrak kepada konsorsium Michigan-based MERIT untuk melaksanakan rencana tersebut. Jaringan ini pun akhirnya kewalahan sehingga pada tahun 1990 jaringan ini segera ditingkatkan kemampuannya.

Seiring dengan perkembangan berkelanjutan, NSF menyadari bahwa pemerintah tidak dapat memberikan dana pengembangan jaringan untuk selamanya. Selain banyak organisasi komersial yang ingin bergabung ke dalam jaringan yang dibiayai NSF. Akibatnya, NSF meminta MERIT, MCI dan IBM untuk membentuk perusahaan nirlaba, ANS (Advanced Networks Services). Pada tahun 1990, ANS mengambil alih NSFNET dan meningkatkan kemampuan jaringan itu untuk membentuk ANSNET.

Pada tahun 1991, Wakil Presiden AS Al Gore, mengusulkan perluasan arsitektur NSFNET agar melibatkan sekolah K-12, community college (perguruan tinggi setempat), dan college dua-tahun lebih banyak lagi. Desember 1991, Kongres AS mengesahkan rancangan undang-undang NREN (National Research and Educational Network) yang dapat diakses oleh pelaku bisnis dengan mengizinkan mereka membeli sebagian dari jaringan untuk penggunaan komersial.

Pada tahun 1995, backbone NSFNET tidak diperlukan lagi untuk menginterkoneksikan jaringan-jaringan regional NSF. Hal ini disebabkan karena banyak perusahaan yang mengoperasikan jaringan IP komersial. Pada saat ANSNET dijual ke America Online pada tahun 1995, jaringan regional harus keluar dan harus memiliki layanan IP komersial untuk dapat saling terhubung.

Untuk mempermudah dan meyakinkan bahwa setiap jaringan regional dapat berkomunikasi dengan jaringan regional lainnya, NSF memberikan kontrak kerja kepada empat operator jaringan untuk membuat NAP (Network Access Point). Operator-operator tersebut adalah PacBell (San Francisco), Ameritech (Chicago), MFS (Washington D.C.) dan Sprint (New York City). Setiap operator jaringan yang ingin menyediakan layanan backbone kepada jaringan-jaringan regional NSF harus menghubungkan semua NAP tersebut. Selain NAP-NAP NSF, juga telah dibuat bermacam-macam NAP pemerintah (misalnya, FIX-E, FIX-W, MAE-East dan MAE-West) dan NAP-NAP komersial (misalnya CIX).

Negara-negara dan daerah lainnya juga membangun jaringan yang sebanding dengan NSFNET. Di Eropa misalnya, EuropaNet merupakan sebuah backbone IP untuk organisasi-organisasi riset dan EBONE merupakan jaringan yang lebih berorientasi komersial. Keduanya jaringan ini menghubungkan sejumlah kota di Eropa. Setiap negara di Eropa memiliki satu atau lebih jaringan nasional yang sebanding dengan jaringan regional NSF.

INTERNET
Setelah TCP/IP dinyatakan sebagai satu-satunya protokol resmi pada 1 januari 1983, jumlah jaringan, mesin dan pengguna yang terhubung ke ARPANET bertambah dengan pesatnya. Pada saat NSFNET dan ARPANET saling dihubungkan, pertumbuhannya menjadi eksponensial. Banyak jaringan regional yang bergabung dan hubungan-hubungan dibuat untuk membangun jaringan di Kanada, Eropa dan Pasifik.

Pada pertengahan tahun 1980-an, orang mulai memandang kumpulan jaringan-jaringan tersebut sebagai sebuah internet, dan kemudian disebut Internet. Pertumbuhan terus berlanjut secara eksponensial, dan pada tahun 1990 Internet telah tumbuh menjadi 3000 jaringan dan 200.000 komputer. Pada tahun 1992, host kesatu-juta telah terhubung ke jaringan. Pada tahun 1995, terdapat banyak backbone, ratusan jaringan tingkat menengah (regional), puluhan ribu LAN, jutaan host dan puluhan juta pengguna.

Faktor yang mempunyai andil besar dalam pertumbuhan yang cepat itu adalah penyambungan jaringan-jaringan yang telah ada ke Internet. Pada waktu yang lampau penyambungan tersebut meliputi SPAN (jaringan fisika luar angkasa NASA), HEPNET (jaringan fisika energi tinggi), BITNET (jaringan mainframe IBM), EARN (jaringan akademis Eropa), dan jaringan-jaringan lainnya. Sejumlah link trans atlantik juga terbentuk. Dengan perkembangan yang eksponensial ini, cara informal lama dalam mengoperasikan Internet tidak lagi dipakai. Pada bulan Januari 1992, Masyarakat Internet (Internet Society) terbentuk. Masyarakat Internet bertujuan untuk mempromosikan manfaat Internet.

Sampai awal tahun 1990-an, Internet banyak dipakai oleh para akademisi, pemerintah dan para peneliti industri. Sebuah aplikasi baru, WWW (World Wide Web) mengubah wajah Internet dan membantu jutaan pengguna baru, nonakademisi ke jaringan. Aplikasi ini, ditemukan oleh fisikawan CERN Tim Berners-Lee, tanpa mengubah fasilitas-fasilitas yang telah ada namun membuatnya menjadi lebih mudah digunakan. Bersama-sama dengan Mosaic viewer, yang dibuat oleh NCSA (National Center for Supercomputer Applications), WWW memungkinkan sebuah situs (site) untuk menyusun sejumlah halaman informasi yang berisi teks, gambar, suara dan bahkan video, dengan meletakkan link ke halaman-halaman lainnya. Dengan meng-klik sebuah link, pengguna akan segera dibawa ke halaman yang ditunjukkan oleh link tersebut.

Dalam setahun setelah Mosaic diluncurkan, jumlah server WWW berkembang dari 100 menjadi 7000. Pertumbuhan yang cepat ini terus berlangsung dengan pesat sampai sekarang.


LATAR BELAKANG INTERNET

Cikal bakal dari Internet adalah ARPANET, sebuah jaringan eksperimen milik pemerintah Amerika Serikat berbasis komunikasi data paket yang didirikan di tahun 1969. Tujuannya untuk menghubungkan para periset ke pusat-pusat komputer, sehingga mereka bisa bersama-sama memanfaatkan sarana kompuer seperti disk space, data base dan lain-lain. Kegiatan ini disponsori oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, bersama lembaga yang dinamakan Advanced Research Projects Agency (ARPA) . Diawal 1980-an, ARPANET terpecah menjadi dua jaringan, yaitu ARPANET dan Milnet (sebuah jaringan militer), akan tetapi keduanya mempunyai hubungan sehingga komunikasi antaar jaringan tetap dapat dilakukan. Pada mulanya jaringan interkoneksi ini disebut DARPA Internet, tapi lama-kelamaan disebut sebagai Internet saja. Di tahun 1986 lahir National Science Foundation Network (NSFNET), yang menghubungkan para periset di seluruh negeri dengan 5 buah pusat super komputer. Jaringan ini kemudian berkembang untuk menghubungkan berbagai jaringan akademis lainnya yang terdiri atas universitas dan konsorsium-konsorsium riset. NSFNET mulai menggantikan ARPANET sebagai jaringan riset utama di Amerika. Pada bulan Maret 1990 ARPANET secara resmi dibubarkan. Pada saat NSFNET dibangun, berbagai jaringan internasional didirikan dan dihubungkan ke NSFNET. Australia, negara-negara Skandinavia, Inggris, Perancis, jerman, Kanada dan Jepang segera bergabung. Pada saat ini Internet terdiri atas lebih dari 15.000 jaringan yang mengelilingi dunia (70 negara di 7 benua). Sekitar 25 juta orang dapat saling mengirimkan pesan melalui Internet dan jaringan-jaringan lain terhubung dengannya. Pemakaiannya sudah bukan murni untuk riset saja, tetapi mencakup kegiatan sosial, komersial (melalui jaringan antar komersial bernama CIX), budaya dan lain-lain.

dampak positif dan negatif dari pemanfaatan teknologi internet dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari ditinjau dari ilmu psikologi

Dampak positif dan negatif dari pemanfaatan teknologi internet dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari ditinjau dari ilmu psikologi

Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainnya dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik kabel maupun gelombang elektromagnetik).Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak ( dalam hal ini provider ) harus memiliki program aplikasi serta bank data yang menyediakan informasi dan data yang dapat di akses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet.

Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat tersendiri ( bagaikan nomor telepon ) yang dapat dihubungi melalui jaringan internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer ( PC ) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses internet.

Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet juga semakin maju. ‘Internet’ adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri.

Pada tahun 1999, jumlah komputer yang telah dihubungkan dengan internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta dan jumlah ini terus bertambah setiap hari. Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik. Tentu saja, situs-situs itu menjadi sumber informasi baik yang positif ataupun negatif. Informasi dikatakan positif apabila bermanfaat untuk penelitiaan. Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak positif maupun negatif dari penggunaan internet.

Dampak Positif:1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. 2. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web – jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. 3. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. 4. Kemudahan memperoleh informasi yang ada di internet sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. 5. Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain 6. Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan.Dampak Negatif
Pornografi
Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela.Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen ‘browser’ melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home-page yang dapat di-akses.Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.
Violence and Gore
Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan. Karena segi bisnis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat ‘menjual’ situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu.

Penipuan
Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut.

Carding
Karena sifatnya yang ‘real time’ (langsung), cara belanja dengan menggunakan Kartu kredit adalah carayang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan sifat yang terbuka, para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi (yang menggunakan Kartu Kredit) on-line dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan kejahatan mereka.

Perjudian
Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini, karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya.
1. Mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face). 2. Dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. 3. Kejahatan seperti menipu dan mencuri dapat dilakukan di internet (kejahatan juga ikut berkembang).


solusi atas ekses negatif penggunaan aplikasi internet

Polemik mengenai perlunya penyaringan konten negatif d internet, khususnya yang berbau pornografi, kembali mengemuka beberapa hari terakhir. Terutama setelah Menkominfo Tifatul Sembiring menitahkan kepada Internet Service Provider (ISP) atau penyedia jasa internet melaksanakan kewajiban penyaringan tersebut.
Namun nampaknya, hingga saat ini belum ada kesepahaman apalagi titik temu secara teknis pelaksanaan penyaringan yang efektif antara pelaku industri yang dikenai kewajiban dengan pemerintah yang menginginkan hal ini terwujud segera, mengingat semakin besarnya dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Kedua belah pihak sepertinya harus berusaha saling memahami dan membuka peluang kerjasama.

Suatu Keniscayaan

Pada dasarnya, penyaringan konten adalah suatu hal yang wajar dan dilakukan oleh hampir semua negara yang memanfaatkan internet. Tujuannya adalah untuk melindungi tatanan sosial masyarakat, norma dan nilai yang diyakini atau dianut oleh negara dan bangsa serta sekaligus menjaga agar iklim industri juga berjalan dalam suasana yang kondusif.

Walaupun dengan cara dan sasaran yang berbeda-beda namun sebagian besar penyaringan yang dilakukan oleh negara-negara ini ditujukan kepada konten yang dianggap negatif dan atau melanggar hukum positif yang berlaku di suatu negara. Sehingga penyaringan konten ini dapat dianggap sebagai salah satu upaya menangkal kejahatan di internet.

Sebagai ilustrasi, kebanyakan negara maju di Eropa dan Amerika walaupun permisif terhadap industri konten pornografi namun kenyataannya melakukan pengawasan dan pembatasan akses yang tegas untuk kelompok masyarakat tertentu saja, misalnya berdasarkan umur dan lokasi geografis sesuai dengan budaya setempat.

Sedangkan pornografi anak sama sekali dilarang dan selalu dianggap sebagai suatu kejahatan yang amat berat ancaman hukumannya.

Di Indonesia, yang dimaksud dengan konten negatif di internet adalah yang mengandung perbuatan yang dilarang di dalam UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu tepatnya pada pasal 27 Ayat 1 (Kesusilaan), Ayat 2 (Perjudian), Pasal 3 (Penghinaan dan atau Pencemaran Nama Baik), Ayat 4 (Pemerasan dan atau Pengancaman) dan Pasal 28 Ayat 1 (Menyebarkan berita bohong), Ayat 2 (SARA).

Khusus untuk asusila diambil pula pasal-pasal di dalam Undang Undang Anti Pornografi dan untuk kejahatan terhadap anak-anak digunakan Undang Undang Perlindungan Anak.

Kebebasan di Internet

Namun demikian, ada sebagian kelompok pendukung kebebasan di internet yang khawatir adanya intervensi, apapun itu bentuknya terhadap kehendak masyarakat internet adalah pelanggaran terhadap hak kebebasan berbicara serta berekspresi. Sekalipun itu dilakukan negara berdasarkan hukum positif.

Pada kenyataannya, semua negara demokrasi di dunia mengakui bahwa ada kebebasan berbicara dan berekspresi namun hak ini dibatasi oleh hak orang lainnya. Ketika ada orang lain atau kepentingan publik yang dirugikan, maka kebebasan itu tetap harus dibatasi dan dikendalikan.

Dan semua negara yang telah memanfaatkan internet juga telah sepakat bahwa tindak pidana tetaplah suatu perbuatan kriminal, bukan bagian dari kebebasan yang dimaksud di atas.

Sesungguhnya model penyaringan konten internet yang bersifat represif dengan latar belakang ideologi dan politik serta kepentingan nasional hanya terjadi di beberapa (sebagian kecil) negara saja seperti China, Arab Saudi, Iran, Myanmar, Korea Utara, Malaysia dan beberapa negara kecil lainnya yang tidak signifikan jumlahnya.

Hal itu biasanya dilakukan dengan cara mengendalikan infrastruktur internet secara keseluruhan untuk membatasi gerakan publik yang menyokong separatisme, keterbukaan dan demokrasi serta HAM yang bertentangan dengan kepentingan kekuasan dan dianggap mengancam integritas nasional, sekaligus mencegah konten yang dianggap negatif secara universal (asusila, perjudian, dan lainnya).

Meskipun demikian, kebijakan pengendalian infrastruktur internet semacam ini juga tidak selalu berkonotasi negatif.

Statistik menunjukkan bahwa pada sisi lain kebijakan pengendalian tersebut ternyata dapat meningkatkan kualitas efisiensi akses yang justru memajukan bangsa itu sendiri. Sebab, komunitas internetnya lebih fokus di dalam memanfaatkan internet sekaligus menciptakan kemandirian. Negara itu tidak lagi tergantung pada layanan internet dan konten dari negara lain. Sehingga potensi dan ekonomi internet lokal pun tumbuh pesat.

Konsep Pendekatan

Pihak Pemerintah, pelaku industri maupun komunitas internet terutama aktivis media alternatif (bloggers/citizen jurnalism) dan kadang kala kalangan jurnalis media mainstream (terutama online) masih rancu menempatkan penyaringan sebagai suatu sensor. Sesungguhnya konsep pendekatan keduanya berbeda.

Di dalam penyaringan, suatu konten negatif telah terlebih dahulu ada atau ditayangkan baru kemudian diambil tindakan atau upaya untuk membatasi akses kepadanya. Sedangkan sensor adalah sebuah proses di mana produksi suatu konten harus mendapatkan persetujuan dari otoritas tertentu sebelum ditayangkan sehingga model sensor adalah pengendalian sepenuhnya terhadap kebebasan berbicara dan berekspresi.

Sementara penyaringan justru dimaksudkan melindungi dari konten yang tidak dikehendaki oleh publik. Pada prinsipnya sensor mengubah atau menghilangkan sebagian atau seluruhnya suatu konten sedangkan konsep penyaringan hanyalah melakukan penangkalan terhadap konten yang spesifik.

Di Indonesia, polemik terkait konsep kebijakan penyaringan nampaknya terbagi dalam dua pendapat mainstream. Yang pertama, konsep self filtering (penyaringan sendiri) yang banyak didukung oleh komunitas sipil dan pelaku industri internet selaku pemangku kepentingan.
Pendapat pertama ini percaya kepada kearifan para pengguna internet. Untuk mencegah konten negatif dilakukan kampanye berkelanjutan untuk menggugah kesadaran dan memberi keterampilan serta solusi (perangkat, tools, layanan) sehingga para pengguna mampu melindungi dirinya sendiri secara mandiri.

Para aktivis, pelaku industri dan pemerintah berperan sesuai kapasitas masing-masing serta bekerjasama menyelenggarakan kegiatan kampanye sebanyak mungkin dan menyebarluaskan solusinya.

Konsep self filtering ini diyakini dapat berjalan efektif apabila didukung oleh semua pelaku yang terlibat di dalam aktivitas berinternet di Indonesia. Secara strategis para aktivis internet percaya bahwa konsep ini dalam jangka panjang lebih mendidik karena turut menyiapkan kesiapan mental pengguna internet.

Sekaligus meminimalisir intervensi, arogansi dan penyalahgunaan kewenangan pemerintah di dalam melakukan represi ranah internet dimana hal tersebut dapat berpotensi mencederai hak kebebasan berbicara dan berekspresi.

Yang kedua adalah konsep filtering by design (penyaringan terstruktur) yang banyak didukung oleh para ahli praktisi keamanan internet dan pemerintah.

Dalam konsep ini seluruh pemangku kepentingan internet di Indonesia didorong oleh pemerintah untuk bekerja sama membangun suatu layanan penyaringan konten negatif yang terintegrasi dan komprehensif (menyeluruh) diterapkan sesuai dengan tatanan industri internet nasional sebagai suatu tanggung jawab moral bersama.

Semua inisiatif diadopsi, difasilitasi dan dilakukan dengan kewenangan (regulasi, birokrasi, represi) pemerintah. Sedang untuk mencegah terjadinya abuse of power (penyalahgunaan) maka sistem yang dibangun harus memungkinkan peran serta masyarakat sipil, komunitas internet dan dunia industri yang lebih dominan dibandingkan dengan pemerintah/kekuasaan.

Konsep filtering by design diyakini dapat berjalan efektif untuk secara instan melindungi para pengguna yang awam, pengguna baru dan anak-anak terutama terhadap praktek penyesatan yang dilakukan oleh penyedia konten negatif.

Para pendukung konsep ini percaya bahwa pada prakteknya kemampuan melakukan kampanye kesadaran yang dilakukan oleh pihak manapun sangatlah terbatas dan tidak mampu menjangkau keseluruhan populasi pengguna internet yang terus tumbuh dan berkembang dengan pesat.
Sehingga kondisi pada umumnya yang akan terjadi adalah lebih banyak pengguna internet yang tidak terlindungi sehingga ini menimbulkan aneka kerawanan. Maka lebih baik dilakukan proteksi preventif dan reaktif ketimbang menunggu kesadaran dan partisipasi pengguna.
Walaupun untuk itu diperlukan effort yang besar serta penataan kembali hingga penyederhanaan tatanan industri internet nasional dan kondisi infrastrukturnya.

Sekedar catatan, dengan tingkat pertumbuhan dan penetrasi internet saat ini, diperkirakan ada 10 ribu pengguna internet baru setiap hari di Indonesia dan lebih dari 40% diantaranya adalah anak-anak remaja usia sekolah menengah.

Sebagian besar bahkan seluruhnya pengguna baru ini adalah sangat awam dan tidak pernah mendapat informasi dan pendampingan untuk melindungi diri dan lingkungan dari dampak negatif internet serta konten negatif yang berbahaya.

Pemahaman Teknis

Para pengambil kebijakan yang nantinya akan membahas penyaringan konten internet pada prinsipnya harus memiliki pemahaman teknis bagaimana internet bekerja dan pada tingkatan mana suatu solusi penyaringan konten akan dapat dilakukan dan model serta teknologi apa saja yang mungkin diterapkan:

1.Penyaringan pada jaringan. Pada prinsipnya internet adalah jaringan global yang menghubungkan titik akses dengan layanan tujuannya. Koneksi internet terjadi sebagai suatu proses dimana perangkat akses akan saling terhubung dengan aneka layanan internet melalui suatu jaringan publik secara terbuka.

Dalam proses ini secara prinsip ada tiga hal yang bekerja yaitu alamat IP (setiap perangkat akses memiliki alamat IP yang unik sebagai pengenal di dalam jaringan), domain name (sistem pemetaan alamat IP ke nama yang mudah dikenal manusia dan sebaliknya) dan URL (uniform resource locator atau sistem yang mengarahkan pengguna ke suatu lokasi konten tertentu).

Maka teknis penyaringan konten pun dapat dilakukan dengan metode daftar hitam (blacklist) alamat IP, domain dan URL yang dipastikan mengandung konten negatif. Semua ini dapat dilakukan pada tingkat pengguna, tapi untuk hasil yang lebih efektif dan berskala luas harus dilakukan oleh ISP dan NAP.

Karakteristik penyaringan berbasis daftar hitam alamat IP dan domain relatif sifatnya tetap/tidak berubah untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga tidak membutuhkan sumber daya yang besar untuk implementasi. Biayanya murah dan mudah direplikasi ke semua ISP karena database blacklist dapat digunakan bersama.

Kelemahannya, apabila database daftar hitam semakin besar maka waktu proses (latency) yang diperlukan untuk memeriksa setiap akses yang terjadi mungkin akan meningkat. Namun ada banyak cara untuk mereduksi, misalnya dengan menyediakan active buffer yang lebih besar.

Ada banyak layanan penyedia daftar hitam terkini untuk pemutakhiran data baik yang berbayar (langganan) maupun tidak berbayar. Sehingga setiap ISP dapat leluasa menyelenggarakan penyaringan dengan klasifikasi sesuai selera menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggannya. Bahkan mungkin bisa dijual juga sebagai layanan nilai tambah (value added service).
Pilihan lain, pemutakhiran dapat melibatkan peran serta komunitas internet secara aktif lewat mekanisme pelaporan dan partisipasi pengklasifikasian konten negatif.

Sedangkan untuk penyaringan URL membutuhkan upaya dan sumber daya yang lebih besar dibandingkan penyaringan berbasis IP dan domain karena suatu URL sifatnya spesifik (langsung mengarah pada lokasi konten tertentu) dan dinamis (dapat berubah dengan cepat).
Penentuan alamat URL berada sepenuhnya dalam kendali pemilik atau penyebar konten tersebut. Sehingga apabila konten tersebut bersifat negatif dan diburu (disaring) oleh banyak pihak maka si pelaku dapat dengan mudah memindahkan lokasinya bahkan menggandakannya di berbagai tempat lain untuk menghindari penangkalan.

Bahkan konten ini dapat disisipkan pada konten lain yang sebenarnya baik, sehingga sangat mungkin upaya penyaringan URL yang tidak presisi dapat mengakibatkan turut tersaringnya konten lain yang tidak bersalah. Upaya ini dapat menjadi semakin kompleks apabila pelaku memanfaatkan teknologi penyebaran artifisial secara otomatis sehingga bersifat acak, menyebar luas dan menyamarkan konten tersebut dalam konten-konten biasa lainnya.

Sesuai dengan tatanan industri internet Indonesia saat ini maka sebaiknya proses penyaringan URL dilakukan di tingkat NAP selaku penyelenggara gateway dan exchange bukan di ISP atau apalagi pengguna akhir.

Proses ini juga harus melibatkan peran aktif pemerintah sebagai justifikasi penyaringan yang dilakukan.

Berbeda dengan penyaringan berbasis IP dan domain yang bisa dilaksanakan secara terbuka melibatkan banyak pihak, maka proses untuk penyaringan URL sebaiknya dilaksanakan secara tertutup, cermat, berhati-hati serta melibatkan segelintir pihak yang tidak hanya kompeten tetapi juga memiliki kewenangan sesuai peraturan perundangan yang ada.

Penyaringan berbasis IP, domain dan URL adalah jenis filtering by design.

2.Penyaringan pada aplikasi. Pada dasarnya konten negatif sebenarnya dapat menyebar dengan berbagai macam cara memanfaatkan keawaman pengguna dan kelemahan aplikasi yang digunakannya. Sehingga konsep self filtering dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan ini. Intinya pengguna diajak meningkatkan kesadaran dan keterampilannya agar mampu melindungi diri dan turut serta menangkal penyebaran konten negatif di lingkungannya.

Ada banyak solusi untuk melakukan proteksi dan penyaringan aplikasi yang digunakan untuk akses internet. Misalnya menggunakan teknik deteksi kata kunci (keyword), pengenalan artifisial (regex) dan daftar putih (whitelist). Semua ini dikombinasikan pula dengan sistem dan teknologi anti virus, anti malware dan personal firewall yang terintegrasi di dalam sistem operasi.

Sistem perlindungan pengguna pada umumnya sudah tersedia secara default di setiap aplikasi, akan tetapi perlu diaktifkan dikonfigurasi secara manual. Apabila aplikasi yang digunakan seperti email agent, web browser belum menyediakan fasilitas ini maka pengguna dapat memasang produk pihak ketiga baik yang berbayar maupun yang tidak berbayar. Banyak pilihannya.

Walaupun pada dasarnya penyaringan pada aplikasi dapat dilakukan sendiri oleh pengguna akan tetapi ISP sudah seharusnya juga menyediakan layanan dukungan teknis sekaligus menyediakan aneka pilihan aplikasi perlindungan beserta pemutakhirannya apabila sekiranya nanti pengguna membutuhkan.

Tantangan Implementasi

Secara teoritis dan teknis penyaringan konten negatif sangat mungkin dilakukan baik di tingkat jaringan melibatkan penyelenggara (NAP dan ISP) maupun pada tingkat pengguna (self filtering). Tetapi ada beberapa hal yang patut dicermati berdasarkan pengalaman implementasi penyaringan konten negatif di negara lain dan inisiatif yang dilakukan oleh komunitas internet indonesia selama ini.

1. Masalah volume

Pertumbuhan konten termasuk yang negatif, pengguna dan traffic internet itu sendiri sangat pesat dan eksponensial. Sehingga upaya penyaringan akan membutuhkan upaya dan sumber daya serta biaya yang semakin meningkat.

Maka sebelum kebijakan penyaringan diterapkan, terlebih dahulu harus ada konsep dan desain serta rencana implementasi komprehensif serta telah teruji (proven) kehandalannya untuk menangani skala yang luas dan terus tumbuh. Pemerintah dan industri yang terlibat harus mampu menjamin aspek keberlangsungannya, karena sistem itu akan dibutuhkan jangka panjang.

2. Masalah kejenuhan

Bagaimanapun sistem penyaringan ini masih akan membutuhkan intervensi manual terutama untuk dua hal melakukan klasifikasi jenis konten negatif apakah itu tergolong sebagai pornografi, judi, dan lainnya.

Untuk melakukan pemeriksaan apakah konten yang dilaporkan masyarakat memang benar mengandung unsur negatif yang dilarang sekaligus melakukan pengujian apakah penyaringan yang dilakukan telah tepat sasaran. Pengalaman inisiatif sistem DNS filtering Nawala Project yang diselenggarakan oleh Asosiasi Warung Internet Indonesia (AWARI) dalam sehari bisa diterima 200 lebih email pengaduan.

Pemeriksaan dan klasifikasi adalah pekerjaan yang melelahkan dan mengakibatkan kejenuhan mental dan pikiran yang luar biasa serta diperlukan kemampuan ketahanan tersendiri untuk melakukannya. Apalagi bila proses itu dikerjakan oleh relawan (voluntary), maka akan sangat sulit dijamin kecepatan respon pengaduan dan akurasi proses pemutakhiran data daftar hitam.

Sangat mungkin terjadi kesalahan akibat kekurangcermatan dan kelelahan mental. Maka harus dipikirkan kesiapan sumber daya manusia dari segi jumlah serta jadwal rotasi yang wajar untuk mengantisipasi pertubuhan pengaduan konten.

3. Masalah justifikasi

Suatu konten sebelum diklasifikasi dan dimasukkan ke dalam daftar hitam penyaringan harus mendapatkan justifikasi sebab musabab mengapa konten tersebut dianggap mengandung unsur negatif.

Pemerintah harus menghimpun sekelompok orang yang dianggap mewakili kepentingan dan sudut pandang yang ada di dalam masyarakat untuk melakukan justifikasi. Kelemahannya, belum tentu justifikasi itu diterima oleh kelompok lain atau minoritas yang terabaikan.

Hal semacam ini justru bisa menjadi preseden praktek demokrasi yang buruk. Kesalahan dan bias subyektif di dalam justifikasi bisa jadi berakibat fatal, sebagai contoh pengalaman yang terjadi di Nawala Project.

Penyaringan terhadap suatu situs yang memuat konten perdebatan agama yang cenderung mengarah kepada unsur SARA justru mendapatkan pertentangan dari kelompok yang merasa dihilangkan hak jawabnya oleh sistem penyaringan karena mereka tidak lagi leluasa mengakses situs debat tersebut.

Apalagi sebenarnya di dalam pemahaman dan definisi konten negatif menurut undang-undang pun ternyata masih menyisakan ruang intepretasi yang berbeda.

4. Masalah kebutuhan khusus

Dalam banyak aspek suatu sistem penyaringan sangat mungkin menghambat kegiatan tertentu yang sangat penting dan strategis seperti penelitian/riset, intelejen/data mining, sistem deteksi dini terhadap anomali infrastruktur internet hingga proses penegakan hukum.

Sebagai ilustrasi, upaya pelacakan dan pengumpulan alat bukti serta petunjuk di dalam proses penyelidikan dan penyidikan kasus penyebaran konten negatif justru memerlukan akses yang bebas terhadap material tersebut.

Untuk keperluan penyediaan alat bukti digital forensik (digital evidence containment) bahkan harus dilakukan retensi bukan hanya oleh penegak hukum tetapi juga pihak penyelenggara (misalnya web hosting atau content provider).

Prosedur ini sangat diperlukan di dalam rekonstruksi pengungkapan tindak kejahatan digital. Apabila tekanan ketentuan penyaringan kurang memperhitungkan kebutuhan penegakan hukum, kebijakan tersebut justru akan mendorong penyelenggara untuk melakukan tindakan yang justru mengakibatkan hilangnya alat bukti, menghapus jejak pelaku dan menyulitkan proses hukum di kemudian hari.

5. Masalah peralihan saluran penyebaran

Pengendalian konten harus dilakukan secara cermat, hati-hati, memperhatikan momentum di masyarakat serta tidak terburu-buru. Kearifan diperlukan justru untuk menjamin keberhasilan upaya ini dalam jangka panjang Sebab di dalam proses penyaringan sebenarnya berlaku hukum balon, yaitu apabila dipencet hingga mengempis pada satu sisi justru akan mengembang luas di sisi yang lain.

Penyaringan konten negatif pada layanan yang berada di saluran terbuka justru akan mendorong penyebaran melalui saluran yang tertutup dan lebih bersifat pribadi (private). Misalnya, penyaringan situs pornografi mungkin akan mendorong penyebaran konten negatif ini melalui saluran email, peer to peer file sharing, dan lainnya.

Akses yang bersifat tertutup dan pribadi seperti ini tentu saja sangat sulit untuk ditangkal dan sudah masuk ke wilayah hak individu yang justru harus dilindungi sesuai prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).

6. Perkembangan akses seluler

Semua pihak kini mengkritisi penyebaran konten negatif pada saluran internet konvensional dan menyatakannya sebagai situasi yang kritis. Namun sebenarnya ada saluran lain yang luput dari perhatian kita yaitu akses selular. Apabila kita memperhatikan angka statistiknya maka segera dapat disadari bahwa masa depan internet justru ada di saluran selular ini.

Dalam 15+ tahun usia internet konvensional indonesia hanya mampu menghimpun 45 juta pengguna. Sementara akses data internet melalui jalur selular berhasil mencapai angka penetrasi 45 juta hanya dalam waktu 5 tahun.

Dari segi perangkat akses, internet konvensional saat ini hanya memiliki sekitar 8+ juta terminal (komputer) sementara untuk akses selular ada 85 juta perangkat yang sudah GPRS/EDGE, UMTS/HSDPA (3G), EVDO ready.

Model bisnis layanan seluler sangatlah berbeda dengan layanan internet biasa, dimana pemilik dan pelanggan seluler tidak serta merta menjadi pengguna akses data/internet.

Sehingga cara pendekatan dan edukasi penggunanya pun berbeda namun ironisnya justru Pemerintah selaku regulator yang hendak mendorong implementasi penyaringan konten negatif sama sekali belum mengajak dan atau mewajibkan para operator selular sebagaimana dikenakan pada ISP dan NAP.

7. Penyebaran offline

Bahwa antara dunia nyata dan dunia maya pada saat ini bukanlah dua ranah yang terpisah namun justru saling terkait erat satu sama lain. Yang terjadi di ranah internet juga membawa dampak ke ranah nyata dan sebaliknya.

Sehingga dalam kaitan upaya penyaringan konten negatif di internet harus pula diiringi dengan gerakan yang serupa di ranah nyata ini dan dilaksanakan secara bersamaan, intensif serta berkelanjutan.

Apabila tindakan dan sikap tegas tidak dilakukan di kedua ranah maka niscaya akan terjadi efek ping-pong dimana konten negatif akan berpindah-pindah dari ranah maya ke ranah nyata dan sebaliknya.

Demikian. Kiranya tulisan ini dapat mengawali wacana untuk menuju suatu kesepahaman dan kesamaan persepsi antara seluruh pemangku kepentingan yang terlibat di dalam inisiatif ini. Semoga internet indonesia semakin maju, aman dan nyaman terbebas dari gangguan konten negatif dan berganti dengan tumbuhnya konten positif yang bermanfaat, memajukan dan mensejahterakan.

Senin, 18 Oktober 2010

Pencurian data pribadi dan Penyalahgunaan internet

HINDARI DATA PRIBADI TERCURI

Meningkatnya pencurian data pribadi kini menjadi momok yang menakutkan bagi setiap orang. Hal ini bisa saja menimpa Anda, dan yang lebih menakutkan apabila pencurian data ini sama sekali tidak kita sadari.

Lalu bagaimana menecegah hal ini menimpa Anda? Berikut ini cara-cara pencegahan yang harus Anda perhatikan.

Tak membawa akte lahir, paspor, kartu penting lain bila tak mendesak
Dokumen-dokumen di atas mengandung informasi pribadi yang sangat penting. Melalui data-data di kartu tersebut, seseorang dapat menelusuri data-data lain mengenai diri kita. Dengan tidak membawa-bawa dokumen tersebut, berarti Anda meminimalisir resiko kehilangan. Simpan dokumen tersebut di tempat yang paling aman di rumah Anda atau di hotel tempat Anda menginap.

Perhatikan rekening bank Anda secara online sesering mungkin
Anda harus waspada dengan pergerakan saldo di rekening bank. Kebanyakan penipuan keuangan dilakukan tanpa disadari. Perhatikan perubahan saldo bahkan walau hanya Rp 10 ribu, karena bisa jadi, itu salah satu bentuk penipuan.

Jangan simpan semua kartu kredit dalam satu dompet
Bawa hanya satu kartu kredit di dompet Anda, dan simpan sisanya di rumah. Cara ini tak hanya menghalangi Anda untuk mudah tergiur menggesek banyak kartu kredit dalam satu waktu, sekaligus memperkecil resiko potensi kerugian saat dompet yang Anda bawa hilang.

Hati-hati saat menggunakan komputer milik umum
Setiap komputer bisa saja terinfeksi program mata-mata (spyware). Sebuah program mata-mata bisa merekam setiap ketikan keyboard komputer pengguna. Jadi bila Anda sedang login dan mengetikkan password akun bank secara online, atau misalnya berbelanja secara online menggunakan komputer publik, bisa saja seorang cracker (hacker jahat) kemudian memanfaatkan rekaman data tersebut untuk menjebol kartu kredit Anda

Jangan gunakan kartu debit untuk berbelanja secara online
Menggunakan kartu debit secara online sangat berbahaya. Sebab, bila seorang pencuri data bisa mengetahui nomor kartu debit Anda, ia bisa mengosongkan rekening Anda hanya dalam waktu lima menit.


BAHAYA PENYALAHGUNAAN INTERNET

Jika pemakaian internet disalah gunakan maka akan menimbulkan banyak kerugian kepada umat manusia. Kebutuhan dan penggunaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan internet dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government, e-education dan banyak lagi telah menjadi sesuatu yang lumrah. Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace yaitu sebuah dunia komunuikasi berbasis computer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).

Perkembangan internet yang semakin hari semakin meningkat baik teknologi dan penggunaanya. Mempunyai banyak dampak baik positif maupun negative. Untuk yang bersifat positif, banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi ini, misalnya kita dapat melakukan transaksi perbankan kapan saja dengan e-banking, e-commerce juga membuat kita mudah melakukan pembelian maupun penjualan suatu barang tanpa mengenal tempat. Mencari referensi atau informasi mengenai ilmu pengetahuan juga bukan hal yang sulit dengan adanya e-library dan banyak lagi kemudahan yang didapatkan dengan perkembangan Internet. Tentunya, tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi Internet membawa dampak negatif yang tidak kalah banyak dengan manfaat yang ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer secara online dengan resiko tertangkap yang sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih besar baik untuk masyarakat maupun negara disamping menimbulkan kejahatan-kejahatan baru.

Banyaknya dampak negatif yang timbul dan berkembang, membuat suatu paradigma bahwa tidak ada komputer yang aman kecuali dipendam dalam tanah sedalam 100 meter dan tidak memiliki hubungan apapun juga. Seperti seorang hacker dapat masuk ke dalam suatu sistem jaringan perbankan untuk mencuri informasi nasabah yang terdapat di dalam server mengenai data base rekening bank tersebut, karena dengan adanya e-banking jaringan tersebut dapat dikatakan terbuka serta dapat diakses oleh siapa saja. Walaupun pencurian data yang dilakukan sering tidak dapat dibuktikan secara kasat mata karena tidak ada data yang hilang tetapi dapat diketahui telah diakses secara illegal dari sistem yang dijalankan.
Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya gambar-gambar porno hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang bintang sinetron Sukma Ayu dan Bjah, seorang penyanyi dari group band yang ternama. Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui e-mail maupun dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa saja secara bebas.
Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.

Selain carding, masih banyak lagi kejahatan yang memanfaatkan Internet. Tentunya masih hangat dalam pikiran kita saat seorang hacker bernama Dani Hermansyah, pada tanggal 17 April 2004 melakukan deface (Deface disini berarti mengubah atau mengganti tampilan suatu website) dengan mengubah nama-nama partai yang ada dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id, yang mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang sedang berlangsung pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama–nama partai yang diubah bukan tidak mungkin angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan dapat diubah, padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang digunakan oleh KPU sangat besar sekali.

Teknik lain adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias hole Cross Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah kelemahan aplikasi di server yang memungkinkan user atau pengguna menyisipkan baris-baris perintah lainnya. Biasanya perintah yang disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan, sehingga pembuat hole bisa mendapatkan informasi data pengunjung lain yang berinteraksi di situs tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka deface, makin tinggi rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang menjadi andalan saat terjadi cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker Malaysia, yakni perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website pihak lawan.

PEMBAHASAN

Dari kasus yang telah terjadi diatas dapat diketahui bahwa kejahatan ini tidak mengenal batas wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan pelaku sering berada di negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan hanya dari depan komputer yang memiliki akses Internet tanpa takut diketahui oleh orang lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk dalam Transnational Crime/kejahatan antar negara yang pengungkapannya sering melibatkan penegak hukum lebih dari satu negara. Mencermati hal tersebut dapatlah disepakati bahwa kejahatan IT/Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP.

Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah diantisipasi dengan hukum yang mengaturnya dimana kepolisian merupakan lembaga aparat penegak hukum yang memegang peranan penting didalam penegakan hukum, sebab tanpa adanya hukum yang mengatur dan lembaga yang menegakkan maka dapat menimbulkan kekacauan didalam perkembangannya. Dampak negative tersebut menimbulkan suatu kejahatan yang dikenal dengan nama “CYBERCRIME” yang tentunya harus diantisipasi dan ditanggulangi.

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang-undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:

a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana

Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain :

1) Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.

2) Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.

3) Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.

4) Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e-mail kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan e-mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.

5) Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.

6) Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.

7) Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.

8) Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.

9) Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.

b. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/software yang sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.

c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.

Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:

a) Akses ke jaringan telekomunikasi

b) Akses ke jasa telekomunikasi

c) Akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Apabila seseorang melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”

d. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan). Misalnya Compact Disk -Read Only Memory (CD -ROM), dan Write -Once Read -Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

e. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data–data tersebut.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.